Laman

Senin, 16 Januari 2012

Hikmah Membaca Alquran dari Seorang Kakek

  
Seorang muslim tua Amerika tinggal di sebuah perkebunan/area di sebelah timur Pegunungan Kentucky bersama cucu laki-lakinya. Setiap pagi Sang kakek bangun pagi dan duduk dekat perapian membaca Al-qur’an. Sang cucu ingin menjadi seperti kakeknya dan mencoba menirunya seperti yang disaksikannya setiap hari.Suatu hari ia bertanya pada kakeknya,

“ Kakek, aku coba membaca Al-Qur’an sepertimu tapi aku tak bisa memahaminya, dan walaupun ada sedikit yang aku pahami segera aku lupa begitu aku selesai membaca dan menutupnya. Jadi apa gunanya membaca Al-quran jika tak memahami artinya ?”

Sang kakek dengan tenang sambil meletakkan batu-batu di perapian, menjawab pertanyaan sang cucu,

“Cobalah ambil sebuah keranjang batu ini dan bawa ke sungai, dan bawakan aku kembali dengan sekeranjang air.”

Anak itu mengerjakan seperti yang diperintahkan kakeknya, tetapi semua air yang dibawa habis sebelum dia sampai di rumah. Kakek tersebut tertawa dan berkata,

“Kamu harus berusaha lebih cepat lain kali.”
Kakek itu meminta cucunya untuk kembali ke sungai bersama keranjangnya untuk mencoba lagi. Kali ini anak itu berlari lebih cepat, tapi lagi-lagi keranjangnya kosong sebelum sampai di rumah.Dengan terengah-engah dia mengatakan kepada kakeknya, tidak mungkin membawa sekeranjang air dan dia pergi untuk mencari sebuah ember untuk mengganti keranjangnya.Kakek berkata,

“Aku tidak ingin seember air, aku ingin sekeranjang air. Kamu harus mencoba lagi lebih keras. ”

dan dia pergi ke luar untuk menyaksikan cucunya mencoba lagi. Pada saat itu, anak itu tahu bahwa hal ini tidak mungkin, tapi dia ingin menunjukkan kepada kakeknya bahwa meskipun dia berlari secepat mungkin, air tetap akan habis sebelum sampai di rumah. Anak itu kembali mengambil dan mencelupkan keranjangnya ke sungai dan kemudian berusaha berlari secepat mungkin, tapi ketika sampai di depan kakeknya, keranjang itu kosong lagi. Dengan terengah-engah, ia berkata :

”Kakek, ini tidak ada gunanya. Sia-sia saja”.

Sang kakek menjawab :

“Nak, mengapa kamu berpikir ini tak ada gunanya?. Coba lihat dan perhatikan baik-baik keranjang itu.”

Anak itu memperhatikan keranjangnya dan baru ia menyadari bahwa keranjangnya nampak sangat berbeda. Keranjang itu telah berubah dari sebuah keranjang batu yang kotor, dan sekarang menjadi sebuah keranjang yang bersih, luar dan dalam. ”

Cucuku, apa yang terjadi ketika kamu membaca Qur’an? Boleh jadi kamu tidak mengerti ataupun tak memahami sama sekali, tapi ketika kamu membacanya, tanpa kamu menyadari kamu akan berubah, luar dan dalam.

*Setelah membaca kisah ini semoga kita makin semangat dalam membaca dan mempelajari Alqur'an :)

Ibu, Aku Ingin Surga

Kulangkahkan kaki menuju ke masjid dekat rumah, dimana anak-anak usia 5-12 tahun belajar Al-Qur’an pada jam empat sore, setiap Sabtu dan Minggu. Hari ini anak-anak telah kehilangan satu ustadzah yang biasanya mengajari mereka membaca Al-Qur’an dan juga sahabat karibku yang selalu bersemangat membimbing mereka. Aku berharap mereka tetap bersemangat walau ustadzah yang mereka sayangi telah berpulang ke Rahmatullah menghadap Sang Pencipta. Alhamdulillah ternyata mereka tetap hadir seperti biasanya, kuucapkan salam, walau di hati apakah aku mampu untuk  sementara menggantikan guru mereka yang sangat fasih melafalkan ayat-ayat suci Al-Qur’an, sampai ustadzah yang lain datang menggantikan posisi sahabat karibku.
Aku pun mulai dengan do’a pembukaan majelis, dan mulai mengajari satu persatu anak-anak, sampai  di akhir pelajaran, aku pun berpesan, agar mereka tetap rajin belajar, berdo’a, selalu mempelajari   Al-Qur’an dengan baik dan rajin sholat ke masjid untuk berjamaah, karena Allah akan memberikan surga kepada orang yang selalu menuruti perintah Allah. Mereka pun mendengarkan dengan seksama. Akhir pelajaran kututup dengan membaca asmaul husna bersama-sama dan diakhiri dengan do’a penutup majelis.
Suara azan magrib mulai memanggil hamba-hambaNya untuk sholat berjamaah di masjid, akupun bergegas untuk sholat berjamaah bersama keluarga menuju masjid. Sesampai di masjid aku terkejut juga senang, karena anak-anak yang tadi sore belajar denganku beramai-ramai sholat ke masjid. Aku cuma berpikir mungkin karena besok hari Minggu dan sekarang juga lagi liburan sekolah, yah mungkin mereka jadi rajin.
Setelah selesai sholat seorang anak mendekatiku, sambil menyalami tanganku, dan berkata perlahan. "Ibu, aku ingin surga,” aku tersenyum juga kaget.
Dia pun melanjutkan perkataannya, “Ibu, kami habis sholat mau belajar membaca Al-Qur’an sampai menjelang sholat Isya' biar Allah memberikan surga kepada kami.”
Aku tak kuasa menahan haru, tak terasa mataku basah oleh air mata. Ya Allah, ternyata mereka memperhatikan kalimat-kalimat yang kuucapkan sore tadi: “Allah akan memberikan surga kepada orang yang rajin sholat, membaca Al-Qur’an dan yang selalu menuruti perintahNya.”
Aku pun membatalkan untuk pulang ke rumah di malam minggu ini. Menjelang isya aku bersama anak-anak melantunkan surat terindah Mu yaitu Al-Quran yang memberikan kelembutan hati bagi orang-orang yang selalu membaca dan mengamalkannya.

Selasa, 10 Januari 2012

Cerpen Pendidikan: Sekolahku di Pedalaman

Sudah lima tahun aku belajar di sekolah “Budi Makmur” ini. Sekolahku berada di daerah pedalaman. Kondisi sekolahku sangat sederhana. Hanya ada tiga kelas. Dindingnya terbuat dari papan dan kulit kayu. Sementara atapnya terbuat dari daun sagu, atau sering disebut daun rumbia oleh suku pedalam. Meja dan tempat duduk kami terbuat dari papan yang dibuat memanjang. Papan tulis hitam berukuran 1x2 meter menggantung di depan kelasku. Se-kolahku hanya berlantaikan tanah. Kalau hujan turun, airnya akan masuk ke dalam kelasku hingga menjadi becek.

Sekarang aku sudah kelas enam. Hanya ada empat orang murid di kelasku. Sedangkan guru yang mengajar di sekolahku hanya ada dua orang. Pak Nantan dan Pak Kurna, mengajar dari kelas satu sampai kelas enam.

Dalam belajar, kami dan guru senang membaur. Seperti mengerjakan latihan misalnya, kami sering mengerjakan dan memecahkannya bersama-sama, dan tidak malu-malu bertanya kalau tidak paham. Kami dan guru terlihat sangat akrab sekali!

Pulang sekolah hari ini aku dibonceng Pak Nantan naik sepeda ontel. Sedangkan Rizal, temanku, ikut dengan Pak Kurna. Kami sering dibonceng seperti ini karena rumah kami berdua paling jauh. Jarak rumah ke sekolahku empat kilo meter. Jam enam pagi aku sudah harus berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki melewati jalan setapak dan hutan belantara.

“Pak Nantan hari ini mancing ke sungai lagi? Boleh Ujang ikut?” tanyaku.

“Bapak hari ini memetik buah kelapa di kebun, Jang. Uang belanja sudah menipis. Besok kalau kelapa-kelapa itu sudah terjual, Bapak pasti akan ajak Ujang mancing di sungai!” janji Pak Nantan.
Aku sedih mendengarnya. Sudah lelah mengajar di sekolah, Pak Nantan harus memanjat kelapa lagi sesampainya di rumah. Kalau tidak, keluarganya tidak bisa makan. Karena dengan menjual buah-buah kelapa itulah Pak Nantan bisa mendapatkan uang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya.
Pak Nantan tak menerima gaji mengajar di sekolah, karena Pak Nantan hanya tamat SMP. Tapi niat baiknya ingin memajukan kampungku supaya bebas buta huruf dan pandai berhitung memang patut diacungi jempol.

Setahun yang lalu ada dua orang guru bantu yang dipindahtugaskan dari kota ke kampungku. Betapa gembiranya aku waktu itu. Aku berharap kehadiaran mereka bisa memberikan kemajuan bagi sekolahku. Namun harapanku itu kemudian pupus. Sebulan mengajar, mereka hanya empat kali datang ke sekolahku. Bulan berikutnya, mereka tak pernah datang-datang lagi ke sekolah. Ah, mungkin mereka tak terbiasa dengan keadaan kampungku yang terpelosok jauh berada di pedalaman.

Suatu hari Pak Nantan pernah bertanya kepadaku tentang cita-citaku. “Apa cita-citamu, Jang?”

“Aku ingin jadi seperti Bapak!” jawabku mantap.

“Menjadi guru?” Pak Nantan ter-senyum.

Aku mengangguk, “Aku ingin membuat kampung ini menjadi maju. Aku ingin semua orang bisa membaca dan berhitung. Kalau orang-orang di kampung ini sudah bisa membaca dan berhitung, pasti mereka bisa membangun kampung ini mejadi lebih maju!”

Mata Pak Nantan tampak berkaca-kaca mendengar penuturanku. “Pendidikan di kampung ini memang sangat menyedihkan. Tak ada guru-guru yang mau mengajar di kampung ini. Apalagi kebanyakan anak-anak seusiamu lebih memilih bekerja di ladang membatu orang tua mereka dari pada pergi ke sekolah.”

Air mataku menetes. Aku sedih sekali. Di rumah, seharusnya Abah dan Emak bisa membimbingku belajar dan mengerjakan PR. Tapi mana mungkin. Kedua orang tuaku tidak pandai membaca dan menulis. Malah suatu ketika Abah dan Emak memintaku untuk mengajari mereka membaca, menulis dan berhitung. Wah… Bagaimana mungkin? Apa aku bisa? Ah, tapi akhirnya kucoba juga. Setiap hari setelah pulang sekolah, aku pun mengajari orang tuaku membaca, menulis dan berhitung.

“Abah bangga padamu, Jang. Anak sekecil kamu sudah pandai mengajari Abah dan Emakmu membaca, menulis dan berhitung,” ujar Abah memujiku.

“Emak juga bangga, Jang. Berkat kamu sekolah, Emak dan Abahmu jadi tak bodoh lagi. Emak dan Abahmu sekarang sudah bisa membaca walaupun masih mengeja,” kata Emak lalu mencium kepalaku.

“Terima kasih,” ucapku terharu. “Ini juga berkat Abah dan Emak yang mau menyekolahkanku hingga aku menjadi pintar dan bisa mengajari Abah dan Emak di rumah, hehe…”
Abah dan Emak memelukku, dan menciumi kedua pipiku dengan penuh rasa sayang dan cinta.
Ah, kelak, aku harus bisa membangun kampung ini menjadi lebih maju! Aku ingin semua orang di kampung ini bisa membaca, menulis dan berhitung. Doakan aku, ya, teman-teman!***

Sebuah cerpen pendidikan oleh:
Surya Ismail
Mahasiswa Bahasa Inggris
UIN Suska Riau

Jumat, 06 Januari 2012

SURAT TERINDAH


Lembar demi lembar kubaca surat ter- indah yang Engkau ciptakan
Kadang aku tersenyum, kadang aku juga menangis
Ada sentuhan lembut sampai ke lubuk hati yang terdalam
Ada teguran halus membuat aku malu
Indah sangat indah seluruh untaian kata-kata Mu
Andai seluruh manusia di muka bumi mau membaca surat  Mu
Andai seluruh manusia mau meluangkan waktu nya untuk memahami surat- surat Mu
Andai seluruh manusia mau mengamalkan apa yang Engkau katakan
Apakah masih ada lagi kebodohan di muka bumi ini.....?
Manusia, terlalu sombong untuk mengakui diri nya bodoh
Manusia, seakan-akan tidak akan pernah yakin bahwa ajal akan menjelang
Manusia, seakan berpacu dengan waktu sehingga tak ada waktu untuk membaca  Surat Indah Mu
Manusia, hanya menempatkan Mu dikala bersumpah, hingga akhir sumpah pun tidak di tepati.
Al-Qur'an itu nama surat Mu yang ter-indah dan terlengkap
Al-Qur'an itu adalah petunjuk bagi orang-orang yang ber-Iman
Al-Qur'an membuat hati yang keras menjadi lembut
Al-Qur'an membuat hati menjadi damai....
Al-Qur'an membuat jalan hidup menjadi lurus
Ya Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha penyayang
Berilah petunjuk bagi keluarga, saudara, sahabat-sahabat
Yang aku cintai, agar bersama-sama belajar untuk memahami
Surat Cinta yang Engkau ciptakan yang akan membawa pada jalan yang lurus dan benar
Amin...

Rabu, 04 Januari 2012

HARAPAN Ku, Kakak - kakak ku serta sahabat2 ku....

Bismillah....

Ya Allah di tahun 2012 ini saya berharap pa yang saya impikn dan kawan2 saya dapat terkabulkan...

Ya Allah saya berharap di tahun 2012 ini saya dapat menyelesaikan kuliah S1 saya,
Ya Allah yang maha melihat dan maha mengetahui engkau tau kemampuan hamba ini terbats,
engkau tw sgala kekurangan hamba,

Ya Allah semua ini takkan berjalan dengan lancar tanpa bantuan dari mu,,
hamba berharap dan berniat kalau semua ini akan ku selesaikan sendiri ,
hamba tidak ingin menyusahkan sahabat hamba,
hamba ingin menyelesaikannnya sendiri....
mohon bantuan mu Ya Allah,,,

permudahkanlah apa yang hamba, teman2, serta kakak-kakak hamba untuk menyelesaikan semua ini,,,
hanya kepadamu tempat kami memohon pertolongan.